PEKANBARU, LINTASPENA.COM – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Riau, menolak esepsi atau keberatan yang diajukan lima terdakwa kasus penipuan dan penggelapan dengan kerugian Rp 84,9 miliar.
Sebanyak 4 dari 5 terdakwa dalam kasus ini merupakan keluarga Bos Fikasa Group, Masing-masing yakni Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama (Dirut) PT WBN dan PT TGP.
Kemudian, Agung Salim selaku Komisaris Utama (Komut) PT WBN, dan Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP.
Berikutnya, Christian Salim selaku Direktur PT TGP. Satu terdakwa lainnya yakni, Maryani, selaku Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP.
Majelis hakim yang dipimpin Dahlan dengan dibantu dua hakim anggota, Estiono dan Tomy Manik menyatakan, menolak esepsi yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya.
“Memutuskan menolak keberatan yang diajukan para terdakwa. Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan perkara ini,” ujar Hakim Dahlan dalam sidang putusan sela, Senin (13/12/2021).
Hakim juga meminta jaksa untuk menghadirkan saksi pada sidang berikutnya. Hakim menunda sidang hingga Senin (20/12/2021) mendatang.
“Untuk penasihat hukum bisa mengajukan banding atau tidak atas putusan ini. Untuk JPU, bisa menghadirkan saksi-saksi untuk sidang pekan depan,” kata Dahlan.
Jaksa Rendi Panalosa mengatakan bahwa pihaknya sudah yakin bahwa majelis hakim akan menolak eksepsi para terdakwa. Adapun para terdakwa didakwa dengan Pasal 378 KUHP dan Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 KHUP tentang penipuan dan pengelapan.
“Dakwaan kami susun itu jelas. Sementara eksepsi kuasa hukum terdakwa lebih kepada membahas materi pokoknya. Jadi, wajar saja kalau hakim menolaknya,” ucap Rendi.dikutip dari kompas.com 14/12/21.
Seperti diketahui, sebanyak 10 orang warga Kota Pekanbaru menjadi korban penipuan yang mengalami kerugian sebesar Rp 84,9 miliar oleh para terdakwa untuk investasi, yakni Promissory Note.
Para korban tergiur, karena pihak perusahaan yang bergerak dalam bidang properti ini mengiming-iming nasabah dengan bunga tinggi, yakni 9 sampai 12 persen. Jumlah itu jauh lebih tinggi dari bunga bank, yakni 5 persen.
Dalam dakwaan, mereka disebutkan sudah menawarkan pruduk investasi Promissory Note sejak 2016. Namun, belakangan nasabah tertipu dan uang mereka tidak dikembalikan oleh para terdakwa. (**).