Pekanbaru, Lintaspena.com – Anggaran Pekerjaan UFCSI (Urban Flood Control System Improvement) Pengendalian Banjir Kota Pekanbaru sebesar Rp89 miliar, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dimenangkan oleh PT Minarta Dutahutama, tengah menjadi sorotan. Proyek bernilai puluhan miliar tersebut telah disomasi oleh LSM Angkat Keadilan Bantu Rakyat (AKBAR) pada 29 Juli 2024, terkait permintaan klarifikasi pelaksanaan kegiatan UFCSI Pengendalian Banjir Kota Pekanbaru untuk TA 2023-2025, yang ditujukan kepada Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera III Provinsi Riau.
Surat klarifikasi dari LSM AKBAR tersebut hingga kini, satu bulan setelah pengirimannya, belum mendapatkan balasan dari Dr. Asmeliba, ST., SP1, selaku Plt. Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera III Provinsi Riau.
Ketua Umum LSM AKBAR, yang akrab disapa Yobe, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kurangnya keterbukaan publik dari Balai Wilayah Sungai Sumatera III Provinsi Riau yang saat ini dipimpin oleh Dr. Asmeliba, ST., SP1.
Yobe juga menyoroti bahwa papan informasi proyek ditempatkan di lokasi yang sulit dilihat oleh masyarakat, sehingga menimbulkan dugaan bahwa PT Minarta Dutahutama telah melanggar Perpres Nomor 14 Tahun 2024 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Pelaksanaan pekerjaan UFCSI Pengendalian Banjir Kota Pekanbaru selama tahun anggaran 2023-2024 ini perlu diawasi. Kami akan mengirimkan surat ke Kementerian PUPR Bidang SDA dan berharap mendapat tanggapan. Kami juga akan menyurati BPK RI dan Inspektorat,” ujarnya.
Yobe mengungkapkan, “Berdasarkan pantauan saya, proyek tersebut diduga belum mencapai 50% penyelesaian, padahal kontrak sudah dimulai sejak 2023. Selain itu, dalam dokumen KAK terdapat kegiatan pembersihan jaringan sungai yang kami duga belum dilaksanakan pada tahun 2023 dan 2024.”
Hasil investigasi LSM AKBAR menunjukkan bahwa pada proyek yang sudah dikerjakan di lapangan, baru terlihat pengecatan pintu air Stasiun 1 Senapelan dan Stasiun III Pintu Air Jalan Nelayan, Rumbai.
Menurut Yobe, dari penelusuran di lapangan, pekerjaan normalisasi air atau pembersihan beberapa parit ada yang terlaksana dan ada yang belum dilakukan.
Hasil pantauan juga menunjukkan adanya pekerjaan penimbunan di Jalan Nelayan Ujung, Parit Belanda. Namun, di sekitar lokasi tidak terlihat papan proyek, kecuali rambu-rambu yang menandakan adanya pekerjaan.
Yobe menambahkan, “Timbunan yang digunakan diduga berasal dari tanah urug Kelurahan Palas yang tidak bercampur pasir, sehingga kami menduga hal tersebut melanggar kontrak kerja.”
Yobe juga menyebutkan bahwa pompa air di Parit Belanda belum direnovasi atau direhabilitasi, demikian pula dengan pintu air yang telah terbengkalai beberapa tahun di Kelurahan Sri Meranti, di sekitar Perumahan Witayu, yang hingga kini belum dilakukan perbaikan atau pekerjaan lanjutan.
Hasil penelusuran terhadap pembersihan beberapa parit atau normalisasi air di wilayah Rumbai masih banyak yang terlihat tidak tersentuh, sementara mega proyek ini sangat disayangkan tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat Kota Pekanbaru, terutama yang sering terdampak banjir.
Saat ini, proses pekerjaan penimbunan di Jalan Nelayan Ujung sedang dilakukan oleh rekanan kontraktor. “Silakan kawan-kawan wartawan mengecek sendiri, apakah tanah yang digunakan atau dibelanjakan oleh PT Minarta Dutahutama memiliki izin galian C atau tidak,” ujar Yobe.
Hingga berita ini diterbitkan, Dr. Asmeliba, ST., SP1, selaku Plt. Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera III Provinsi Riau belum memberikan keterangan resmi, dan pihak PT Minarta Dutahutama selaku pelaksana proyek di lapangan juga belum dimintai keterangan.***