Pekanbaru, Lintaspena.com – Proyek Urban Flood Control System Improvement (UFCSI) untuk Pengendalian Banjir Kota Pekanbaru senilai Rp89 miliar, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dikerjakan oleh PT. Minarta Dutahutama, mendapat sorotan dari masyarakat Pekanbaru. Salah satu sorotan datang dari aktivis anti-korupsi yang tergabung dalam LSM Angkat Keadilan Bantu Rakyat (AKBAR). Hal ini diketahui berdasarkan surat somasi yang dilayangkan oleh LSM AKBAR pada 29 Juli 2024 lalu.
Ketua Umum DPP LSM AKBAR, Yobe, menyatakan bahwa pihaknya telah melayangkan somasi kepada BWSS III Riau sebagai upaya untuk meminta klarifikasi terkait pelaksanaan kegiatan UFCSI Pengendalian Banjir Kota Pekanbaru TA 2023-2025. Surat tersebut ditujukan langsung kepada Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera III Provinsi Riau.
Namun, sudah lebih dari satu bulan sejak surat tersebut dilayangkan, Dr. Asmelita, ST., SP.1, selaku Plt. Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III Provinsi Riau, belum memberikan balasan dan memilih untuk bungkam hingga hari ini, Sabtu, (31/08/24).
Sikap diam dari Plt. Kepala BWSS III Riau ini semakin menimbulkan kecurigaan masyarakat akan adanya dugaan ketidakberesan dalam proyek tersebut. Masyarakat menduga bahwa BWSS III Riau, sebagai pihak yang bertanggung jawab, memilih diam agar masalah ini tidak terungkap ke publik.
Yobe, Ketua Umum LSM AKABR, menyatakan kekecewaannya atas kurangnya keterbukaan informasi publik dari BWSS III Riau.
Yobe juga menjelaskan bahwa papan informasi proyek dipasang di tempat yang tidak mudah terlihat oleh masyarakat umum, sehingga diduga PT. Minarta Dutahutama telah melanggar Perpres Nomor 14 Tahun 2024 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Kami akan mengirim surat ke Kementerian PUPR Bidang Sumber Daya Air (SDA) dengan harapan mendapat jawaban. Kami juga akan menyurati BPK RI dan Inspektorat Provinsi Riau,” ujar Yobe.
“Dari pengamatan saya, proyek ini diduga belum mencapai 50% padahal kontrak dimulai sejak 2023. Dalam dokumen KAK, ada kegiatan pembersihan jaringan sungai yang juga kami duga belum dilaksanakan pada tahun 2023 dan 2024,” ungkapnya.
Hasil investigasi LSM AKBAR menunjukkan bahwa baru dilakukan pengecatan pada pintu air Stasiun 1 Senapelan dan Stasiun III pintu air Jalan Nelayan Rumbai.
1. Dalam investigasi di lapangan, pekerjaan normalisasi air atau pembersihan beberapa parit ada yang terlaksana, namun beberapa lainnya belum dilakukan.
2. Tim investigasi juga menemukan adanya pekerjaan penimbunan di Jalan Nelayan Ujung Parit Belanda, namun belum terlihat adanya papan plang proyek, hanya rambu-rambu pemberitahuan.
3. Tim investigasi menduga bahwa tanah uruk yang digunakan bersumber dari Kelurahan Palas dan tidak bercampur pasir, yang diduga melanggar kontrak kerja.
4. Ketika memantau pompa air di Parit Alam, tim mendapati bahwa renovasi dan rehabilitasi pompa banjir belum dilakukan.
5. Pintu air yang terbengkalai beberapa tahun lalu di Kelurahan Sri Meranti di Perum Witayu hingga kini belum diperbaiki atau dilakukan pekerjaan lanjutan.
6. Pembersihan beberapa parit atau normalisasi air di wilayah Rumbai masih banyak yang terbengkalai, sehingga mega proyek ini dinilai belum memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat Kota Pekanbaru yang rentan terhadap banjir.
Selain itu, pekerjaan penimbunan di Jalan Nelayan Ujung saat ini sedang berlangsung. Rekan-rekan media diimbau untuk memeriksa apakah tanah yang digunakan oleh PT. Minarta Dutahutama memiliki izin galian C.
Di tempat terpisah, media ini mencoba mengonfirmasi hal tersebut kepada PPK proyek yang bernama Tommy melalui WhatsApp pribadinya di nomor 852-71*-. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Tommy belum memberikan respons.***