Mojokerto, Lintaspena.com – Kepala kantor Firma Hukum H. Rif’an Hanum & Nawacita, Haji Titoyo, S.E., CTT., CPTT., mengeluhkan perilaku oknum debt collector yang diduga melakukan penarikan paksa kendaraan milik kliennya di pinggir jalan.
Oknum debt collector yang melancarkan aksinya di tempat umum tersebut, disinyalir berasal dari jasa penagihan PT Dwi Cipta Mulya (DCM) yang bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan PT Bussan Auto Finance (BAF).
Karena menurut Abah Tito, sapaan akrab pria 55 tahun tersebut, menyampaikan bahwa pihak debt collector tak seharusnya terindikasi melakukan penarikan paksa unit, tanpa menemui debiturnya dan tanpa konfirmasi yang jelas.
“Ada 5 oknum debt collector yang diduga menarik paksa. Kebetulan yang bertanggung jawab disitu namanya Bukhari,” ungkap Abah Tito saat dikonfirmasi. Jum’at, (09/08/2024).
Peristiwa penarikan motor merk Scoopy, Nopol S-3371-SJ, tahun 2017 yang terjadi di jalan raya Mlirip, kecamatan Jetis atau tepatnya di depan pabrik penyedap rasa kala itu, bermula saat Basuki yang menjadi tetangga kliennya ini tengah meminjam motor untuk keperluan membeli obat anaknya.
“Pada saat itu sekitar pukul 11.00 WIB, dihadang di depan Ajinomoto. Kejadian dugaan perampasan pada hari Selasa, (16/07/2024) lalu,” jelas Ayah yang dikaruniai ananda 2 putra-putri ini.
Dirinya pun menyesalkan perbuatan oknum debt collector yang bertindak seperti itu. Sebab, tentunya ia berharap agar pihak eksternal mendatangi debiturnya terlebih dulu atau melakukan somasi dengan surat pemberitahuan.
“Kami harap semua leasing melakukan sesuai prosedur. Karena debitur waktu mengawali perjanjian, itu kan punya alamat dan menyerahkan KTP,” terang rekanan Haji Rif’an Hanum itu.
Teknisi ahli perpajakan ini juga meminta agar layanan di perusahaan penagihan dan perusahaan pembiayaan, selayaknya bisa lebih baik lagi untuk kedepannya. Sekaligus, hal itu dijadikan pelajaran yang berharga buat yang lain.
Oleh karenanya, lanjut Abah Tito, jika oknum ‘mata elang’ yang tidak bisa melaksanakan prosedurnya dengan baik, maka perlu dibubarkan. Sebab selama ini nama mereka dimata masyarakat sudah terkenal jelek, membuat resah, main rampas dan melakukan kekerasan.
Ia juga menyampaikan bahwa yang namanya debitur, kadang kala mengalami kesulitan ekonomi. Apalagi di musim anak masuk sekolah. Mungkin mengutamakan sekolah anaknya dulu, untuk cicilan bisa dibicarakan baik-baik.
Bersama rekanan, ia pun merinci bahwa dalam melakukan penagihan pihak debt collector selayaknya menunjukkan surat tugas, surat kuasa, membawa sertifikat fidusia serta melayangkan surat peringatan (SP) dulu. Bahkan semestinya melengkapi diri dengan tanda pengenal, termasuk bisa menunjukkan Sertifikat Profesi Pembiayaan Indonesia (SPPI).
Dalam pernyataan berikutnya, ia menjelaskan bahwa kliennya yang bernama Catur dan Desy (suami/istri), awalnya meminjam uang ke PT BAF dengan cara menggadaikan BPKB motor sebagai jaminan.
“Saat itu, klien saya dapat pinjaman Rp 5 juta dengan tenor 18 bulan. Nah sudah dibayar sebanyak 14 kali, kurang 4 kali cicilan. Yang saya pertanyakan, kenapa klien saya diminta Rp 11 juta, sedangkan kurangnya hanya 4 cicilan. Jika angsuran Rp 487 ribu itu dijumlahkan, harusnya terdapat kekurangan sebesar Rp 1.948.000,- lalu ditambah biaya tarik Rp 750 ribu,” bebernya.
Lebih lanjut, kemudian ia mencoba untuk melakukan negosiasi penawaran demi penyelesaian masalah secara baik-baik bersama pimpinan PT BAF. Namun, pihak BAF ditengarai bersikeras menghendaki agar kewajiban debitur sebesar Rp 11 juta tersebut dapat dibayar sesuai nota Full Prepayment Approval.
“Ya kalau tidak bisa diselesaikan dengan baik dan masih bersikukuh seperti itu, maka kita bersepakat untuk ketemu di pengadilan. Itu kan sangat memberatkan dan tidak masuk akal. Ini sangat tidak manusiawi. Perhitungannya bagaimana? Aturan OJK nya bagaimana?,” tandasnya.
Untuk itu, ia terpaksa mengajukan gugatan atas kasus kliennya tersebut ke lembaga peradilan tingkat pertama.
Selanjutnya, tak seberapa lama pihaknya mengaku telah menerima pemberitahuan panggilan sidang yang tertuang dalam perkara nomor 88/Pdt.G/ 2024/PN Mjk, di ruang Pengadilan Negeri Mojokerto pada Senin, (26/082024) mendatang.
“Kenapa saya lakukan gugatan sekaligus melaporkannya ke Polresta dugaan tindak pidananya? Ini supaya ke depan, tidak ada lagi oknum yang semena-mena kepada masyarakat kecil,” tegasnya.
Sementara dilain pihak, direktur utama PT Dwi Cipta Mulya (DCM), Moh Ravi saat dikonfirmasi menyerahkan bentuk klarifikasinya kepada Sadak SH selaku kuasa hukumnya.
“Sebentar mas, saya lagi di Yogya. Nanti saya cek nggeh, biar legal saya yang bantu jenengan,” timpal Abah Rovi, panggilan familiar nya.
Sedangkan Sadak SH, ketika dikonfirmasi justru mengelak dan menyampaikan bahwa peristiwa dugaan mengambil paksa motor debitur yang tengah terjadi, merupakan penyerahan secara sukarela yang dilakukan oleh pemegang unit bernama Basuki.
“Hal tersebut telah tertuang dalam Surat Berita Acara Serah Terima Kendaraan tertanggal 16 Juli 2024,” lontarnya.
Disinggung adanya debt collector yang tengah melakukan penarikan apakah merupakan pekerja PT Dwi Cipta Mulya? Pihaknya secara tegas menjelaskan bahwa secara pasti memang mereka pekerja DCM.
“Namun bilamana ada orang lain yang membantu pada saat di lapangan, itu bukan tanggung jawab kami (PT DCM),” pungkir nya.
Dirinya juga mengaku kurang mengetahui, terkait adanya debt collector pada saat melakukan penarikan mengatasnamakan PT DCM.
“Mengenai itu saya kurang tahu, karena saya tidak ikut dalam penarikan. Akan tetapi bisa saya jelaskan, bahwa penerima kendaraan dari saudara Basuki, pasti dibekali Surat Tugas dari DCM. Dilihat dari BASTK, tertulis yang menyerahkan Basuki, penerima DCM/wakilnya,” kilah Sadak SH.
Sampai berita ini diterbitkan, pimpinan PT Bussan Auto Finance (BAF) belum berhasil dikonfirmasi.
Pewarta : Agung Ch