JAKARTA, LINTASPENA.COM – LSM Antikorupsi kembali menyuarakan penyelesaian kasus suap berupa uang dalam pengesahan RAPBD Riau 2014 dan RAPBD tambahan 2015. Dugaan Suap itu disinyalir dilakukan oleh sejumlah puluhan anggota DPRD Riau periode 2009-2014, dan kini kasus tersebut belum diproses secara tuntas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Demikian disampaikan Sekretaris Umum B. Naso bersama Ketua DPW LSM Komunitas Pemberantas Korupsi Jawa Barat Riswan Pasaribu usai membuat berita acara laporan resmi bernomor KL-LI/01/LSM/IV/2022/RIAU tertanggal 4 April 2022 yang diterima oleh KPK, Rabu (06/04/2022).Bowonaso yang akrab disapa B Anas ini mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh mengabaikan nyanyian dan/atau pernyataan keterangan dari mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang kini ditahan KPK, serta fakta-fakta persidangan pada Amar Putusan Nomor. 62/PID.SUS.TPK/2016/PN Pbr di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru-Riau.
“Ini fakta persidangan sebelumnya di Pengadilan Tipikor terhadap Ketua DPRD Riau Periode 2009-2014, Johar Firdaus dan Suparman selaku Bupati Rokan Hulu dan Anggota DPRD Riau Periode 2009-2014. Keduanya sama-sama divonis selama 6 tahun penjara, dan nama-nama anggota DPRD Riau yang lain disebut-sebut menerima gratifikasi berupa uang dengan jumlah yang bervariasi,” kata B Naso di Jakarta.
Anas menegaskan KPK tidak boleh berhenti mengusut kasus korupsi berjamaah setelah sebelumnya KPK berhasil mengamankan Johar Firdaus, Suparman sebagai Bupati Rokan Hulu/Anggota DPRD Riau periode 2009-2014, dan yang terbaru mantan Gubernur Riau, Annas Maamun.
”Oleh karena itu, penanganan kasus korupsi harus diungkap sampai ke akar-akarnya. Hal ini perlu dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antikorupsi ini dalam menegakkan supremasi hukum bagi tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Anas menjelaskan, dalam lingkaran kasus suap berupa uang untuk pengesahan RAPBD Riau 2014 dan RAPBD tambahan 2015 diduga kuat banyak anggota DPRD Riau periode 2009-2014 yang terlibat, seperti Bupati Pelalawan, H Zukri Misran yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi B, Wakil Bupati Bengkalis, H Bagus Santoso yang juga sebagai Ketua Komisi D.
Sementara itu, Anas juga membeberkan sejumlah nama lain yang diduga ikut menerima suap dari dana APBD, yakni Ketua Umum SANTAN NU, KH Rusli Ahmad, SE (Wakil Ketua DPRD Riau), Ir H Hasmi Setiadi, Iwa Sirwani. Bibra S.Sos M.Si, Dr H Koko Iskandar, Ir H Mansyur HS, dan Nurzaman.Seperti diketahui, pemeriksaan perdana kepada mantan Gubernur Riau periode 2014-2019, Annas Maamun, dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (07/04/22) lalu.
Annas Maamun diperiksa KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap yang menyeret sejumlah nama anggota DPRD di Riau selama periode (2009-2014) terkait pergeseran anggaran perubahan pembangunan rumah layak huni atau Rutilahu. Kabarnya bahwa pada awalnya proyek itu seharusnya dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum tetapi diubah menjadi pekerjaan proyek di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD).
Dalam pemeriksaan, muncul informasi yang beredar menyeret sejumlah nama anggota legislatif di DPRD Provinsi Riau saat itu, yakni Johar Firdaus yang menjadi Ketua DPRD Riau periode 2009-2014. Sedangkan Suparman periode 2014-2019, saat itu Suparman mengundurkan diri dari kursi ketua DPRD Riau karena menjadi Bupati Rohul pada 2015.
Hingga berita ini diturunkan, sejumlah nama DPRD Riau periode 2014-2019 saat itu belum bisa dimintai keterangan. Namun Wakil Bupati Bengkalis, H Bagus Santoso S.Ag MP selaku Ketua Komisi D saat itu kepada salah satu media (oonline) mengatakan, pemberitaan yang dimuat Harian Berantas terkait pengesahan RAPBD Riau 2014 dan RAPBD tambahan 2015 tersebut merupakan berita lama.
“Perkara tersebut sudah ada terdakwanya dan juga sudah ada menjalani hukuman, bahkan ada yang keluar dari rumah tahanan,” ucap Wakil Bupati Bengkalis, H Bagus Santoso sperti ditulis salah satu media online lokal itu pada Selasa (12/10/2021) lalu,”***(Tim/Red)