google.com, pub-3632082103014576, DIRECT, f08c47fec0942fa0Usai Gelap Gulita, JAKI Inisiatif Bali Soroti Investasi Energi Terbarukan di Bali Masih Minim - Lintaspena.com

Bali, Lintaspena.com – Pemadaman listrik total (blackout) yang melumpuhkan wilayah Bali awal pekan ini, memicu kekhawatiran publik dan kalangan aktivis tentang ketahanan energi nasional. Sabtu, (3/5/2025).

Menanggapi kejadian tersebut, Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) Inisiatif Bali menilai bahwa gangguan itu bukan hanya masalah teknis, tapi gejala dari krisis sistemik dalam tata kelola energi yang masih bergantung pada sistem terpusat dan energi fosil.

“Sebab ini bukan semata-mata masalah teknis, tapi bukti bahwa sistem energi kita sangat rentan terhadap satu titik gangguan. Begitu satu jalur transmisi utama terganggu, efek domino langsung terjadi,” tegas Ketua JAKI Inisiatif Bali, Chandra Wibawa, dalam keterangannya kepada media.

Menurutnya, struktur energi di Indonesia, khususnya di Bali, masih tersentralisasi dan kurang memiliki diversifikasi sumber pasokan, sehingga selama ini membuat Pulau Bali sangat bergantung pada pasokan listrik dari Pulau Jawa melalui kabel bawah laut dan menjadi wilayah rawan bila terjadi gangguan pada satu jalur utama.

Selain itu, ia juga menyoroti bahwa investasi infrastruktur energi terbarukan lokal di Bali masih sangat minim, terutama di tengah pertumbuhan pariwisata dan ekonomi digital yang membutuhkan energi besar.

“Padahal, Bali memiliki potensi besar dalam energi surya, angin, dan bioenergi dari limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat,” ungkapnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Chandra mengusulkan strategi jangka panjang yang mencakup tiga poin utama termasuk desentralisasi energi melalui pembangunan pembangkit skala kecil berbasis komunitas (seperti solar panel desa dan microgrid). Kedua investasi teknologi penyimpanan energi (battery storage) untuk menjaga kontinuitas suplai.

“Ketiga, regulasi insentif untuk pelaku usaha dan masyarakat yang ingin beralih ke energi bersih. Terakhir, audit terbuka infrastruktur energi untuk mengevaluasi ketahanan sistem terhadap gangguan besar,” paparnya.

Bahkan, di pernyataan berikutnya, ia kembali menyerukan perlunya transisi energi yang adil, yang tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga memastikan akses energi yang merata dan partisipasi masyarakat dalam prosesnya.

“Blackout ini harus dibaca sebagai panggilan untuk perubahan paradigma. Ketahanan energi bukan hanya soal pasokan, tapi soal keadilan, kemandirian, dan keberlanjutan,” pungkas Chandra.

Sementara itu, pihak PLN menyatakan masih melakukan investigasi menyeluruh terkait penyebab gangguan dan belum ada penjelasan resmi tentang faktor teknis maupun mitigasi jangka panjang yang akan disiapkan.

Pewarta : Agung Ch

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *